Jumat, 16 September 2011

persiapan backpacking II

3. Money
Money…money….money….
Well, untuk urusan yang satu ini
emang nggak ada habis-habisnya
dibahas. Saat ini segala-galanya
memang butuh uang, tetapi uang
tidak dapat menyelesaikan
segalanya. Harus diakui, seirit
apapun rencana perjalanan kita,
perhitungan akan biaya tetap
menjadi prioritas. Kita kan nggak
tahu apa yang bakal terjadi dengan
kita nanti, jadi persiapan budget ini
sifatnya juga mutlak, meskipun
judulnya jalan-jalan gaya gembel!
Kecuali kalau budget bukan masalah,
tinggal gesek kartu kredit, atau ada
yang full mensponsori, amanlah.
Seberapa yang kita butuhkan?
Jawabannya kembali ke aturan
nomor 1, riset! Setidaknya dengan
riset kita sudah dapat
menganggarkan kebutuhan pokok
seperti akomodasi, transportasi, dan
konsumsi, selebihnya optional
seperti anggaran untuk oleh-oleh
(Indonesia banget seh!).
Yang sering jadi pertanyaan
klasik adalah, gimana caranya bisa
punya uang untuk jalan-jalan (ke
luar negeri lagi). Tanyakan saja pada
rumput yang bergoyang! Hahaha…
bercanda dink! Apalagi buat pelajar
yang mungkin belum punya
penghasilan, atau yang
penghasilannya pas-pas an.
Menurut saya, jawabannya
sederhana saja. Tanyakan pada diri
sendiri, seberapa besar hasratmu
untuk traveling. Bila gede banget, itu
berarti kamu udah berada di jalur
yang benar untuk mewujudkan
impianmu, usahamu udah pasti
tercurah penuh. Banyak kok yang
bisa dilakukan untuk
mengumpulkan uang, misalnya
berhemat secara maksimal, kerja
part time, ikutan proyek, dsb.
Intinya bagaimana kita me-manage
pemasukan dan pengeluaran kita
agar selalu bisa surplus. Misalnya
saat saya masih sekolah dulu dan
belum punya penghasilan, hanya
mengandalkan uang jajan dari
orang tua, sementara saya ngebet
banget backpack ke luar negeri.
Keputusan frontal pun saya ambil.
Saya katakan pada diri sendiri
bahwa saya akan berhemat mati-
matian dan mencari pemasukan
tambahan dari manapun yang saya
mampu. Berhematnya nggak main-
main, segala perhitungan sekecil
apapun saya pertimbangkan. Saya
bahkan tega pada diri sendiri untuk
tidak beli minuman dan makanan
apapun di kampus selama beberapa
bulan demi menghemat
pengeluaran. Dengan teganya saya
rela bawa-bawa botol minum ke
mana aja supaya nggak jajan,
karena perhitungan saya, beli
minuman dan cemilan selama
sebulan aja bisa ngabisin uang
ratusan ribu, kumpul-kumpul sekian
bulan bisa sekian juta (saya akhirnya
sadar kalau ternyata selama ini duit
jajan saya kebanyakan habis untuk
urusan seperti ini)! Kalau terpaksa
harus makan siang, saya nggak
malu bawa bekal dari rumah, atau
kalaupun nggak ada, setidaknya
saya masih bisa bawa nasi putih,
biar ntar tinggal nambah sambalnya
doang di kantin (duhh,, sadis banget
ya!). Saya juga nggak tergoda untuk
main ke mall, dsb.
Hal-hal kecil seperti ini
kelihatannya sepele, tapi cobalah
buktikan, bahwa hal-hal kecil yang
kita lakukan, selama kita disiplin dan
bersabar, akan membuahkan
sesuatu yang besar. Selama
kuliahpun saya berusaha mati-
matian untuk selalu mendapatkan
beberapa beasiswa, ikutan berbagai
lomba penelitian ilmiah yang
hadiahnya nggak sedikit itu, and it
worked! Alhamdulillah, Saya dapet,
hi hi hi. Intinya adalah punya akal
panjang untuk menyiasati
segalanya. Saya aja salut banget
baca ada orang yang sengaja jualan
gorengan buat modal jalan-jalan ke
luar negeri, dan sukses! Apa coba?!
Saya pun selalu menanamkan pada
diri sendiri bahwa saya ikhlas
menunda kesenangan sederhana
saat ini untuk kebahagiaan suatu
saat nanti, yang lebih besar dan
tiada duanya! Hasilnya? Saya senang
banget dengan reaksi teman-teman
saya yang mendadak heboh begitu
tiba-tiba saya kabarin kalau saya lagi
boarding di airport untuk backpack
to somewhere.
Kocek
boleh
gembel,
tapi
otak
musti
tokcer!
Yup,
salah
satu
keberhasilan
backpacking
adalah
seberapa besar wawasan kita akan traveling
yang akan kita jalani. Salah satunya
akan sangkut-paut dengan survival
kita selama perjalanan. Kalau ntar
terjadi apa-apa kita tahu mesti
ngapain, bukannya nangis di tengah
jalan sambil mengharapkan bantuan
turun dari langit. Misalnya dalam
kasus terlibat tindak kriminal,
kemalangan, kehabisan duit,
kehilangan, dsb (duh, jangan
sampai deh), kita tahu langkah apa
yang mesti kita ambil.
Wawasan ini juga termasuk
akan tempat yang kita tuju,
misalnya objek wisata apa yang ada
di suatu tempat, bagaimana
budayanya, orangnya,
makanannya, dan seterusnya. Lebih
bagus lagi kalau kita punya
wawasan akan bahasa setempat,
kan asyik tuh, bisa akrab-akraban
dengan penduduk lokal. Intinya, kita
menguasai medan perang, jadi
apapun yang bakal terjadi kita udah
siap, nggak pendek akal. Skalian
nunjukin pada dunia kalau bangsa
kita tuh cerdas dan bisa eksis!
Pengembangan wawasan ini
membutuhkan pelatihan yang
nggak instan. Caranya ya seperti
anak sekolah yang pengen juara
umum! Banyak-banyaklah
membaca, berlatih, bertanya, dan
kalau ada masalah jangan lari, tapi
belajarlah menyelesaikannya,
apapun kasusnya, karena di situlah
kesempatan kita untuk menempa
diri sebelum benar-benar siap untuk
sesuatu di “luar sana”.
5. Mental
“Tapi saya belum berani…,
mau temenin nggak?” Itulah salah
satu pertanyaan yang sering
dilontarkan bagi orang yang masih
ragu-ragu. Saya sih nggak
menyalahkan, wajar dong ada
timbul rasa khawatir dan takut. Tapi
yang jadi masalah, kalau hanya
stuck sampai di situ, kapan
berangkatnya? Jawaban saya singkat
aja: just do it! Nekat! Pergi aja!
Apapun di mana pun, kapan pun,
bisa terjadi hal-hal yang tidak pernah
kita duga, nggak mesti saat
traveling! Jadi ngapain takut dan jadi
kepikiran? Percayalah, mental itu
nantinya akan terbentuk dengan
sendirinya saat perjalanan itu
sedang dilakoni. Dia tidak akan
pernah menunggu sampai saat kita
benar-benar siap. Justru kitalah yang
harus mendorong batasan-batasan
dalam diri kita.
6. Pray and Passion
Last but not least, yang terakhir
ini nggak bisa ditawar-tawar lagi,
MUTLAK habis! Ingat, kita bakal
jalan-jalan di atas bumi-Nya. Maka
mintalah segala sesuatunya pada-
Nya. Catet, SEGALANYA!, Iya dong,
Dia kan Maha Kaya. Berdoalah untuk
kelancaran, keselamatan,
kemudahan, kebaikan, kebahagian,
dan hikmah selama di perjalanan.
Saya selalu cam kan dalam diri,
bahwa setiap perjalanan saya tidak
akan jadi perjalanan “kosong”
semata. Lebih dari itu, harus ada
HIKMAH yang dapat saya petik,
karena Tuhan memperjalankan
manusia bukan tanpa maksud dan
tujuan. Ya, saya percaya saya harus
menempatkan perjalanan saya di
level tertinggi, mencari hikmah!
Dengan demikian, suatu perjalanan
pada dasarnya adalah untuk lebih
mendekatkan diri seseorang pada
Tuhannya. Apalagi sih tujuan hidup
kita di dunia selain mengabdi pada-
Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar